Inilah Kisah Sedih Yang Pernah Ku Jalani

Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Aku dilahirkan didesa kecil yang sangat indah dan damai di kaki perbukitan menoreh. Lebih tepatnya di dusun Kahuripan desa Kalirejo kecamatan Bagelen kabupaten Purworejo pada tahun 1984. Mungkin Purworejo masih terdengar cukup asing dan tidak banyak dikenal orang. Purworejo sendiri adalah sebuah kota kecil di selatan jawa tengah yang berbatasan langsung dengan Dearah Istimewa Yogyakarta. Aku lahir dan dibesarkan di rumah kecil diselatan kota Purworejo. Sebuah rumah dengan dinding terbuat dari kayu dan anyaman bambu yang masih beralaskan tanah. Disekeliling rumahku banyak sekali ditumbuhi pohon-pohon besar yang tumbuh menjulang tinggi sehingga membuat suasana terasa sejuk dan teduh. Saat matahari mulai bersinar masih banyak dijumpai burung-burung yang terbang bebas berkeliaran lompat dari satu dahan ke dahan yang lain untuk mencari makan sambil berkicau bersahut-sahutan. Saat malam tiba suasana disekeliling rumah akan berubah jadi sangat gelap karena saat itu belum ada listrik di desaku. Sesekali terdengar suara jangkrik, belalang dan burung hantu bernyanyi di kejauhan. Di dalam rumahpun suasanya hanya remang-remang karena hanya mengggunakan lampu minyak sebagai sumber cahaya.

Ayahku bekerja sebagai buruh kusir dokar dan sesekali menjadi tukang bangunan sedang ibuku hanya mengurus rumah tangga. Dengan pekerjaan ayahku tersebut pendapatannya sangat tidak menentu. Bahkan untuk sekedar makan saja kadang tidak mencukupi. Tak Jarang Orang tuaku membuang jauh rasa malunya dengan berhutang beras di warung tetangga. Semua itu mereka lakukan karena terpaksa dan tidak ada pilihan lain. Kami sebagai anak cukup sadar dan tau diri dengan kondisi mereka sehingga tidak menuntut macam macam. Bisa makan dengan sepotong tahu ataupun tempe bahkan garam sekalipun itu sudah lebih dari cukup.

Sejak kecil aku dilatih hidup disiplin dengan berbagai macam aturan yang dibuat oleh kedua orang tuaku. Saat aku dan adikku berbuat salah tidak jarang kami kena marah dan kena pukul. Namun sekarang aku sadar tujuan mereka sebenarnya baik dan mereka pasti menyesal melakukannya. Sekeras apaupun didikan mereka sebenarnya mereka sangat menyayangi kami dan tidak ingin terjadi sesuatu pada kami. Mereka tidak ingin kami terpengaruh oleh teman yang salah pergaulan. 

Meskipun Ibuku hanya lulusan SD dan ayahku tidak lulus SMP, tetapi mereka sadar betul pentingnya pendidikan untuk anak-anaknya. Mereka ingin seluruh anaknya sekolah minimal lulus sampai tingkat menengah atas meskipun biaya sekolah yang harus dikeluarkan sangat besar untuk ukuran keluarga kami. Mereka berharap dengan pendidikan yang kami dapatkan, kelak kami tidak hidup susah seperti mereka. Dengan segala keterbatasan kami pernah ada orang yang mencibir dan beranggapan bisa hidup enak dan berkecukupan hanyalah mimpi disiang bolong yang mustahil bisa digapai oleh keluarga kami. Namun begitu jauh di lubuk hatiku aku memiliki keyakinan suatu saat nanti pasti bisa membuat ke dua orang tuaku merasa bangga dan tidak dipandang sebelah mata lagi oleh orang lain.

Untuk mewujudkan impianku itu tentunya sangatlah tidak mudah dan aku tidak bisa jadi anak yang biasa biasa saja, aku harus bisa jadi lebih lebih baik dari yang lain. Saat di bangku sekolah dasar sampai SLTP aku selalu mendapat peringkat tiga besar bahkan tak jarang mendapat peringkat satu. Namun aku tidak seberuntung anak-anak sekarang yang begitu mudahnya mendapatkan beasiswa. Dengan keterbatasan ekonomi orang tuaku Sppku kadang sampai nunggak berbulan-bulan. Setiap ayahku mendapat uang tak jarang hanya numpang lewat saja untuk membayar hutang serta tunggakan sppku dan adikku itupun tidak jarang masih kurang juga. Untuk menutup kekurangan itu ibuku terpaksa bekerja di salah satu rumah makan di kota purworejo.

Tahun 1994 adik ke duaku lahir ibuku sudah tidak lagi bekerja di rumah makan. Pendapatan ayahku sebagai tukang bangunan juga sudah mulai membaik sehingga sedikit demi sedikit bisa merenovasi rumah menjadi bangunan semi permanen. Meskipun masih beralas tanah dan batanya belum di plester itu jauh lebih baik dari sebelumnya. Listik juga sudah mulai masuk ke desaku sehingga kalau malam tidak gelap lagi. Perlahan-lahan ekonomi di desaku mulai membaik. Jalan disamping rumahku yang sebelumnya hanya dilalui dokar saja sudah mulai dilalui oleh bis kecil yang menghubungkan antar kecamatan di kabupaten Purworejo. Jadi mulai saat itu kami tidak repot lagi kalau akan pergi ke kota purworejo.

Krisis ekonomi tahun 1997 secara tidak langsung mulai berimbas pada keluarga kami saat itu aku masih sekolah di bangku SLTP. Ayahku mulai jarang mendapat pekerjaan sebagai tukang bangunan lagi. Masih jelas dalam ingatan saking tidak adanya pemasukan ayahku sampai beralih profesi mencari kayu bakar. Kalau sudah terkumpul ke esokan harinya pagi – pagi sekali dengan berjalan kaki dibawanya ke pasar jenar untuk menjualnya. Jarak dari rumahku sampai ke pasar jenarpun cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih sekitar lima kilometer. Hal itu tidak hanya sekali dilakukan tetapi berkali – kali disaat ayahku tidak mendapat panggilan sebagai tukang bangunan dari tetangga. Disaat musim hujan dan kayu bakar juga susah dicari ayahku berganti profesi dari penjual kayu bakar menjadi penjual kelapa. Itupun juga bukan kelapa dari hasil kebun sendiri tapi membeli dari tetangga dan setelah terkumpul banyak dibawa dengan cara yang sama ke pasar jenar untuk dijual. Kalau harga kelapa sedang jatuh tak jarang tidak mendapatkan untung sama sekali.

Tahun 1999 aku lulus SLTP dengan nilai yang cukup memuaskan sehingga bisa diterima disalah satu SMK favorit di daerahku, tepatnya di SMKN1 Purworejo pada jurusan Mekanik Otomotif. tentu saja dengan masuknya aku ke SMK beban orang tuaku menjadi jauh lebih berat dari sebelumnya. Disamping biaya spp yang jauh lebih besar, untuk berangkat dan pulang sekolahpun aku harus naik kendaraan umum karena jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh sekitar 12 km. Untuk menambah penghasilan orang tuaku, ibuku membuat bermacam - macam kue dan gorengan lalu menjualnya dari rumah ke rumah, pasar kuripan, sekolah, kantor kelurahan dan kecamatan. Nah dari hasil jualan kue dan gorengan inilah orang tuaku mempunyai tambahan untuk membiayai sekolahku dan adikku.

Setahun di SMK tidak banyak guru dan rekan dari kelas lain yang mengenal siapa aku karena aku cenderung pendiam dan tidak pandai berbicara serta gampang minder dan tidak percaya diri. Yah mungkin semua karena status ekonomi yang membuatku jadi seperti itu. Pada saat menginjak kelas dua dibuka pendaftaran untuk pemilihan ketua Osis periode 2000 / 2001. Pada saat hari pendaftaran dilakukan aku terlambat sampai sekolah. Karena takut kena hukuman dan saat itu ada teman sekampung yang juga terlambat mengajak membolos, aku memutuskan ikut membolos dengan mereka. Sebenarnya kami beda sekolahan tapi kebetulan memang bareng satu bus saja jadi sama sama terlambat (ini jangan ditiru ya). Saat masuk sekolah hari berikutnya aku dapat kabar bahwa aku di daftarkan ikut seleksi pemilihan ketua osis oleh teman-temanku dan hari itu disuruh ikut seleksi bersama salah satu teman sekelasku.

Disini ada satu hal yang sampai sekarang aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, apakah aku benar-benar didaftarkan atau hanya di jebak saja biar ikut pergi seleksi. Tapi apapun itu akhirnya dengan sedikit ragu aku berangkat juga menuju lokasi seleksi calon ketua Osis. Sesampainya dilokasi aku diterima dan tidak ada yang menyuruh kembali ke kelas. Mungkin hanya teman temanku yang tau pasti karena sampai sekarang tidak ada yang menyampaikan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Meskipun awalnya cuma setengah hati, akhirnya aku mulai serius mengikuti setiap tahapan fit and proper test karena aku adalah tipe orang yang tidak bisa mengerjakan sesuatu secara asal – asalan meskipun itu tidak sesuai keinginanku. Karena itu pada tahap awal ini tentu saja saat hasil seleksi diumumkan aku lolos sebagai salah satu calon ketua Osis dan berlanjut ke tahap selanjutnya.

Pada tahap selanjutnya akan dilakukan voting dari perwakilan seluruh kelas untuk menentukan lima orang yang akan benar benar maju ke tahap pemilihan ketua Osis. Disini sebenarnya aku sudah merasa lega. Dari peserta lain yang lolos aku tidak cukup menonjol dibanding mereka, Dengan kondisi tahun pertamaku yang biasa saja serta tidak pernah aktif disemua organisasi yang ada disekolah pastinya tidak banyak yang mengenalku, jadi aku sudah sangat yakin tidak akan lolos ditahap ini. Namun disinilah rupanya takdir berkata lain justru aku dan rekan sekelasku terpilih untuk maju ke pemilihan ketua Osis bersama 4 teman dari jurusan lain. Jadi dari hasil voting aku berada diposisi ke 5 bersama satu orang dari jurusan TPL. Karena awalnya hanya akan dipilih 5 orang akupun mengusulkan agar aku tidak ikut saja. Tetapi usulan itu ditolak oleh pembina osis dan opsi yang disarankan bagaimana kalau pemilihan ini di ikuti oleh 6 peserta. Dari semua perwakilan yang hadir saat itu menyetujuinya jadi diputuskan akan ada 6 peserta yang maju ke tahap pemilihan ketua osis saat itu.

Dengan majunya 2 calon dari jurusan Otomotif otomatis suara dari jurusan Otomotif jadi terbelah sehingga saat hasil perhitungan di umumkan aku cukup lega kerena yang terpilih calon dari jurusan lain dan kalau tidak salah saat itu aku ada diposisi ke dua. Setelah pemilihan kami yang tidak terpilih berunding bersama pembina Osis dan ketua terpilih. Biasanya yang menduduki posisi kedua akan menjadi wakil kemudian ke tiga jadi sekertaris lalu ke empat jadi bendara tetapi untuk memaksimalkan kepengurusanan jabatan lain seperti wakil ketua sekretaris dan bendahara saat itu tidak dipilih berdasar urutan hasil pemilihan. Sebelumnya aku sudah sering menjabat sebagai bendahara di karang taruna jadi karena pengalamanku sebagai bendahara aku memilih menjadi bendahara dan disetujui oleh semuanya.

Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya dengan asalku dari keluarga yang serba kekurangan aku sering merasa minder dan malu kalau harus berbicara di depan umum. Dengan bergabung di kepengurusan harian OSIS secara tidak langsung aku mulai dilatih berani berbicara serta menyampaikan pendapat di depan umum. Disini juga aku dilatih bagaimana caranya berorganisasi, cara menghargai pendapat orang lain dan banyak hal lainnya. Jadi kalau kita punya pendapat meskipun tidak semua pendapat kita bisa diterima tidak ada salahnya untuk coba disampaikan. Adakalanya kita harus mengesampingkan ego kita dengan melaksanakan apa yang menjadi keputusan meskipun itu tidak sesuai keinginan kita.

Setahun aku aktif di kepengurusan Osis SMKN1 Purworejo periode 2000/2001. Banyak sekali suka dan duka yang aku alami. Pernah suatu ketika saking asiknya mengurus kegiatan Osis pulang sekolah sampai kemaleman dan terpaksa harus jalan kaki cukup jauh karena sudah tidak ada lagi kendaraan yang lewat. Meskipun masuk kepengurusan Osis secara kebetulan pada akhirnya saya merasa bangga pernah jadi bagian dari sejarah kepengurusan Osis SMKN1 Purworejo. Buat adik-adik kelasku jangan ragu untuk mencalonkan diri menjadi pengurus organisasi baik itu di Osis dan organisasi lain yang ada disekolah maupun karang taruna. Dengan ikut terlibat pada salah satu organisasi akan membantu melatih mental kita sehingga bisa kita jadikan pembelajaran di masa depan. Tidak mustahil kita yang saat ini hanya biasa biasa saja dan merasa minder suatu saat nanti akan menjadi seorang pemimpin di masa depan.

Tahun 2002 aku lulus SMK dengan nilai yang cukup memuaskan bahkan ada salah satu perguruan tinggi dari semarang yang menawarkan beasiswa untuk masuk ke perguruan tinggi tersebut. Sadar akan kondisi orang tua yang kurang mampu apalagi saat itu orang tuaku masih harus membiayai sekolah adik-adikku, aku membulatkan tekat untuk mencoba peruntungan di jakarta. Berbekal uang saku 150 ribu dimasa itu aku merantau dan berusaha menggapai impianku sejak kecil untuk bekerja di salah satu perusahaan astra. Semua hanya mimpi karena aku tidak memiliki saudara dan referensi di perusahaan astra group. Bahkan lokasi astra dimana saja aku tidak tau. Yang aku dengar orang yang bisa bekerja di astra masa depannya pasti terjamin makanya aku memiliki keyakinan dan impian suatu saat nanti aku pasti bisa bekerja di salah satu perusahaan astra tersebut.

Di jakarta aku tingggal di rumah kontrakan sepupuku yang sudah lebih dulu bekerja di salah satu pabrik peleburan besi di kawasan industri pulo gadung. Karena sepupuku masih lajang untuk makan aku harus memasak sendiri. Kontrakannya berada di dekat gerbang tol cakung barat jadi biasanya aku berjalan kaki ke pasar cakung untuk membeli beras. Beruntung aku memiliki supupu yang sangat baik. Setiap minggunya sehabis gajian dia memberiku uang 10 ribu karena kebetulan dia gajiannya mingguan. Bahkan tak jarang dia juga yang membeli beras jadi aku tidak perlu membeli sendiri jadi aku bisa agak berhemat. Disamping rumah kontrakan sepupuku ada juga bulekku yang sering memberiku sayuran dan lauk jadi aku cukup memasak nasi saja.

Satu setengah bulan berlalu belum ada satupun lamaran pekerjaan yang ku kirimkan mendapatkan panggilan, bahkan alamat maupun lokasi dan cara melamar ke salah satu perusahaan astra yang aku impikanpun aku tidak tau. Dengan kondisi keuangan yang semakin menipis dan penantian yang tak pasti sempat terlintas dipikiranku untuk ikut saudara sepupuku yang bekerja dipeleburan besi atau menjadi kuli bangunan saja. Tapi sepupukulah yang terus memberiku semangat dan memintaku untuk terus bersabar. Katanya ditempat dia bekerja sangat berat aku tidak akan kuat. Tak sabar menunggu dirumah aku memutuskan untuk mencoba peruntungan dengan berjalan jalan keliling kawasan industri mencari informasi lowongan pekerjaan.

Pagi itu seperti biasanya untuk menghemat pengeluaran aku memutuskan berjalan kaki dari kontrakan dikawasan tol cakung barat menuju kawasan industri pulogadung. Sesampainya dikawasan industri pulo gadung mulai dari pt pertama yang kujumpai aku memberanikan diri untuk menanyakan lowongan pekerjaan ke satpam perusahaan yang ada di sepanjang jalan yang aku lewati. Akan tetapi setiap satpam yang aku tanyai memiliki jawaban yang sama "belum ada lowongan". Meskipun kecewa aku putuskan untuk terus saja berjalan masuk ke dalam kawasan hingga sampailah di depan PT Yamaha Musik. Karena merasa lelah disini aku memutuskan beristirahat sejenak karena sudah sangat jauh berjalan.

Aku duduk di pinggir trotoar di dekat sebuah pohon yang rindang. Rasa lapar haus dan kecewa bercampur menjadi satu hingga tak terasa air mata mulai menetes. Aku menyesali nasibku yang tidak semujur rekan-rekan lain hingga sampai harus mengalami kondisi seperti itu. Saat itu jangankan membeli makan untuk sekedar membeli minum saja aku berpikir dua kali takutnya ditengah ketidak pastian ini uang yang aku punya tidak cukup untuk hari esok. Dalam hati aku hanya bisa membatin, "ya allah aku hanya ingin membuat bangga dan bahagia kedua orang tuaku tapi kenapa harus mengalami cobaan seberat ini, tolong berikanlah petunjuk dan jalan yang terbaik untukku".

Hampir satu jam aku duduk sendirian melamun di pinggir jalan. Setelah merasa cukup beristirahat aku memutuskan untuk pulang saja karena hari memang sudah siang. Sesampainya di perempatan dekat yamaha musik aku bertemu dengan beberapa orang yang sedang mencari pekerjaan juga sedang beristirahat disana. Entah karena mungkin merasa senasib kami pun saling bertegur sapa, akupun memutuskan untuk berhenti sejenak dan bergabung dengan mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku sudah mencoba melamar ke AHM belum? katanya di AHM membuka lowongan pekerjaan. Belum sempat kujawab salah satu temannya menimpali "percumah kalau tidak ada orang dalam tidak mungkin bisa diterima". Bahkan salah satu dari mereka ada yang sudah ikut test tiga kali tetapi selalu gagal. Aku pun menjawab "belum tidak tau tempatnya".

Jujur saja sebenarnya aku juga sedikit ragu mendengar apa yang mereka katakan tapi aku merasa tidak ada salahnya buat dicoba. jadi akupun bertanya persyaratannya apa saja?, alamatnya dimana? dan kendaraan apa yang harus aku naiki untuk bisa sampai ke AHM?. Setelah mendapatkan semua informasi itu akupun pamit pulang lebih dulu pada mereka. Aku kembali berjalan melalui jalan yang sama saat berangkat tadi. Meskipun hanya mendapat informasi yang tidak pasti dan penuh keragu raguan namun bagiku itu seperti sebuah harapan ditengah ketidak pastian yang telah aku alami selama ini. panas terik tidak kurasakan lagi bahkan rasa haus dan lapar seakan hilang begitu saja. Malamnya aku bercerita pada sepupuku mengenai informasi yang aku dapat hari itu dan dia pun mendukungku untuk mencobanya. lanjut ke Part 2

0 komentar: